KENDARI, NULISPRENEUR.COM – Kisah inspiratif hadir dari Ine Juli Ike Setiawan, pemilik (Owner) El Ummu Group. Bisnis kuliner ini dimulai bukan dari latar belakang yang berkaitan dengan wirausaha, melainkan karena “the power of kepepet.”
Ine, seorang sarjana pendidikan jurusan Bahasa Inggris, pada tahun 2016 saat memulai usahanya ia berada dalam kondisi terendah ketika suaminya terkena PHK. Kondisi ekonomi keluarga pun terpuruk, hingga untuk makan dan keperluan sehari-hari menjadi tantangan besar.
“Saya menjual pakaian, cadar, dan gamis yang saya miliki untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sebagian keuntungan saya gunakan membeli bahan untuk membuat tahu isi,” cerita Ine saat ditemui tim nulispreneur.com, belum lama ini.
Dari hasil penjualan tahu isi ini, ia mulai menyisihkan sedikit keuntungan sebagai modal awal. Langkah kecil ini ternyata menjadi awal yang penting baginya. Dari keuntungan menjual tahu, Ine berani mencoba menitipkan kue di kantin Universitas Halu Oleo (UHO).
Meskipun tak memiliki latar belakang kuliner, ia nekat menerima pesanan kue dari teman-teman pengajian dan belajar secara otodidak melalui video tutorial di YouTube. “Banyak trial and error, tapi saya terus belajar,” ujarnya.
Salah satu pengalaman yang cukup membekas saat awal-awal memulai usahanya adalah ketika ia menerima pesanan kue Jalangkote. Dengan keberanian, ia mencoba membuat kue tersebut meski baru pertama kali. Variasi isi seperti bihun, telur, dan ayam ternyata disambut baik oleh pelanggan.
Semangat ini mendorongnya untuk terus menerima pesanan sambil mengasah kemampuan membuat kue lainnya.
Seiring berjalannya waktu, ia mulai melihat perkembangan usahanya. Pesanan kue mulai meningkat, dan untuk memenuhi kebutuhan modal, Ine meminta DP kepada pelanggan. Strategi ini membantu menutupi kekurangan dana sekaligus menjaga aliran kas usaha yang masih terbatas.
Dengan pola belajar sambil bekerja, ia mampu menciptakan resep yang semakin diterima masyarakat.
Nama ‘El Ummu’ resmi lahir saat ia mendapatkan pesanan 200 kotak kue untuk sebuah acara kajian umum. Seorang panitia menyarankan agar setiap kotak kue diberi stiker merek. Dari situ, Ine menemukan nama brand-nya yang terinspirasi dari nama anak-anaknya.
“Awalnya namanya Matbakh El Ummu yang diambil dari bahasa Arab berarti Dapur El Ummu, tapi saya sederhanakan menjadi El Ummu agar lebih mudah diterima,” jelasnya.
Salah satu nilai yang terus dipegang oleh bisnis El Ummu adalah konsistensi dalam kualitas. Bagi Ine, menjaga kualitas bahan lebih penting daripada menurunkan harga produk.
“Kami memilih bahan berkualitas sejak awal, karena itu yang membuat pelanggan percaya,” katanya. Filosofi ini menjadi dasar berkembangnya bisnis hingga saat ini.
Selain konsistensi, prinsip usaha tanpa utang juga menjadi kunci keberhasilan El Ummu. Sejak awal, semua keuntungan diputar kembali untuk membeli perlengkapan dapur dan kebutuhan lainnya. Dengan cara ini, usaha dapat berkembang secara bertahap tanpa tekanan dari pinjaman.
Ine juga menyadari pentingnya menikmati setiap proses perjalanan bisnis. “Setiap kali berhasil membeli satu barang dari hasil usaha, rasanya luar biasa. Itu yang membuat saya terus semangat,” ujarnya.
Alumni Universitas Muhammadiyah Kendari ini percaya bahwa keberanian mengambil risiko adalah modal utama, lebih penting daripada modal finansial.
“Jadi dalam memulai usaha tidak selamanya persiapan utama itu adalah modal usaha, tapi mindset keberanian mengambil resiko,” tutupnya.
Kini, El Ummu tidak hanya dikenal sebagai bisnis kuliner, tetapi juga sebagai simbol perjuangan dan inspirasi. Dengan tetap memegang prinsip kualitas dan keberanian, Ine Juli Ike Setiawan berhasil membuktikan bahwa langkah kecil dengan niat besar mampu membawa dampak yang luar biasa.
Editor: Fitrah Nugraha
2 comments